categori

Kamis, 13 Oktober 2011

kondisi hukum di indonesia


Kondisi hukum di indonesia sekarang-sekarang ini menurut "Jakarta, FaktaPos.com" - Sikap pemerintah yang reaktif menanggapi berbagai isu  belakangan ini, dinilai sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap persoalan hukum yang cenderung mengalami kekacauan selama ini. Seharusnya, pemerintah lebih fokus pada persoalan yang sebenarnya, yakni melakukan reformasi birokrasi terhadap institusi penegak hukum, seperti kejaksaan, kepolisian dan peradilan.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia (TII) teten Masduki dalam percakapan dengan FaktaPos.com, di Jakarta, Senin (28/02). Ia mengatakan, karut-marutnya proses penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, lebih disebabkan terlalu sibuknya pemerintah dalam menanggapi berbagai isu selama ini.

“Presiden SBY seharusnya menyadari bahwa kondisi hukum di era pemerintahannya, berjalan tidak menentu. Kecenderungan yang terjadi selama ini, pemerintah justru mengabaikan reformasi birokrasi di institusi penegak hukum,” ujarnya.

menurut saya kondisi hukum di Indonesia sekarang-sekarang ini sedang kacau karena isi-isu yang beredar . pemerintah dan penegak hukum saat ini terlalu reaktif menanggapi isu-isu yang beredar, sehingga masyarakat berfikir kalu itu hanya upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap masalah yang ada sebenarnya. seharusnya pemerintak melakukan birokrasi terhadap penegak hukum , kejaksaan , kepolisian dan peradilan . persoalan hukum yang terjadi seperti kasus bank century , kasus mafia pajak , kasus suap cek perjalanan  seharusnya bisa diselesaikan oleh para penegak hukum. namun, fakta yang terjadi kasus-kasus itu masih mengambang , tidak bisa diselesaikan . agar masalah-masalah hukum di indonesia dapat diselesaikan seharusnya pemerintah benar-benar melakukan pembenahan institusi hukum dan tidak pandang buluh dalam menangani nya . jika hukum di indonesia kuat dan tegas , pasti semua orang akan takut untuk berbuat hal yang melanggar hukum dan merugikan negara .

Minggu, 29 Mei 2011

Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia

Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia

Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia
Penulis :
Pandu Patriadi
Sumber/Link :
Review:
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004 yang menyatakan bahwa bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk melakukan privatisasi melalui pasar modal. Prosedur kebijakan privatisasi BUMN kemudian diperkuat dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang PROPENAS Tahun 2000-2004 yang salah satu kegiatan pokoknya adalah kewajiban pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan kepemilikan BUMN melalui proses privatisasi. Untuk menjaga momentum kebijakan privatisasi BUMN pada bulan Juni 2003. Pemerintah bersama dengan parlemen (DPR) telah mengesahkan UU No. 19/2003 tentang BUMN yang menjadi dasar hukum dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN. Temuan dalam penelitian ini adalah Indonesia sudah memiliki dasar hukum bisnis dan peraturan-peraturan yang relative lengkap akan tetapi implementasi kebijakan privatisasi BUMN melalui penjualan saham di pasar modal belum sesuai dengan target yang ditentukan. Kondisi ini disebabkan oleh belum adanya komitmen yang tinggi di kalangan pimpinan negara (pemerintahan, parlemen. kehakiman) untuk mengembangkan usaha BUMN, belum tuntasnya sosialisasi mengenai aspek hukum kebijakan privatisasi BUMN baik untuk manajemen BUMN. kalangan investor maupun masyarakat luas, lemahnya law enforcement di Indonesia yang mengakibatkan tingkat kepercayaan investor dalam dan luar negeri terhadap kebijakan privatisasi di Indonesia masih rendah. Di Indonesia pasar Modal merupakan bisnis yang cukup baru. Peraturan pasar modal masih tergolong simpel tapi kesimpelan tersebut tidak sepenuhnya ditegakan.
Ketidakadilan di pasar modal juga sering terjadi seperti adanya transaksi dimana pelakunya menghadapi benturan kepentingan tertentu, seperti adanya akuisisi diantara perusahaan-perusahaan dalam satu grup yang sama. Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan tersebut, akan tetapi pengaturan tersebut dimaksudkan agar ketidakadilan dapat diredam. Program privatisasi BUMN harus dapat meminimalkan efek negatif dari permasalahan benturan kepentingan ini.

AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANA DALAM ERA EKONOMI GLOBAL

AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANA DALAM ERA EKONOMI GLOBAL

Judul : AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANADALAM ERA EKONOMI GLOBAL
Penulis : Natangsa Surbakti, SH.,MHum.Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sumber/Link : http://eprints.ums.ac.id/348/1/4._NATANGSA.pdf
Kesimpulan : Liberalisasi perdagangan sebagai bagian dari proses menujuekonomi global, menuntut pula dilakukan perubahan pada sistemhukum yang berlaku. Liberalisasi yang menandai beralihnya sistemekonomi negara dari planned economy menuju market economy,mensyaratkan model pengaturan yang lebih sesuai dengan mekanismedan dinamik pasar yang bercorak liberal dan demokratis.Dalam situasi ekonomi yang berlangsung dalam bingkai marketeconomy, regulasi atau pengaturan aktivitas ekonomi dilakukandengan memfungsikan hukum ekonomi serta ditopang oleh hukumpidana.
Perubahan corak ekonomi ini yang menuntut perubahan padasistem hukumnya, tidak serta merta dapat berlangsung cepat dan mudah. Jika perubahan dalam pengelolaan aktivitas ekonomidapat dilakukan dengan relatif mudah, maka fungsionalisasi sistemhukum baik hukum ekonomi maupun hukum pidana lebihmemerlukan keseksamaan. Hal ini disebabkan, sistem hukum dimasa Orde Baru dengan model planned economy cenderung tidakmemberikan jaminan kepastian hukum, sementara model marketeconomy sebagai model ekonomi masa mendatang di era ekonomiglobal dan pasar bebas, mensyaratkan dengan sangat adanyajaminan kepastian hukum ini.Untuk memenuhi tuntutan kepastian hukum ini, reformasihukum merupakan conditio sine qua non, prasyarat mutlak yangharus disiapkan. Hukum pidana sebagai bagian dari sistemperadilan pidana, yang berfungsi mem-back up bekerjanya hukumekonomi, dengan sendirinya merupakan bidang hukum yang harusmengalami banyak pembenahan mendasar, sehingga dapatmemberikan jaminan kepastian hukum.

jurnal

Review Tugas Jurnal

Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Struktur Modal terhadap Kebijakan Inisiasi Dividen di Indonesia

Kesompulan :
Di lingkungan perusahaan go-public di Indonesia, variable ownership structure terbukti tidak terpengaruh signifikan terhadap dividend initiation policy.

Keunikan srtuktur kepemilikan di lingkungan perusahaan-perusahaan go public di Indonesia yang umumnya didominasi oleh institutional holding yang tidak independen dengan pihak manajemen, diduga menjadi pemicu utama temuan tersebut.

sumber : fotokopian dari dosen

Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia

Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia

Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia
Penulis :
Pandu Patriadi
Sumber/Link :
Review:
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004 yang menyatakan bahwa bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk melakukan privatisasi melalui pasar modal. Prosedur kebijakan privatisasi BUMN kemudian diperkuat dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang PROPENAS Tahun 2000-2004 yang salah satu kegiatan pokoknya adalah kewajiban pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan kepemilikan BUMN melalui proses privatisasi. Untuk menjaga momentum kebijakan privatisasi BUMN pada bulan Juni 2003. Pemerintah bersama dengan parlemen (DPR) telah mengesahkan UU No. 19/2003 tentang BUMN yang menjadi dasar hukum dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN. Temuan dalam penelitian ini adalah Indonesia sudah memiliki dasar hukum bisnis dan peraturan-peraturan yang relative lengkap akan tetapi implementasi kebijakan privatisasi BUMN melalui penjualan saham di pasar modal belum sesuai dengan target yang ditentukan. Kondisi ini disebabkan oleh belum adanya komitmen yang tinggi di kalangan pimpinan negara (pemerintahan, parlemen. kehakiman) untuk mengembangkan usaha BUMN, belum tuntasnya sosialisasi mengenai aspek hukum kebijakan privatisasi BUMN baik untuk manajemen BUMN. kalangan investor maupun masyarakat luas, lemahnya law enforcement di Indonesia yang mengakibatkan tingkat kepercayaan investor dalam dan luar negeri terhadap kebijakan privatisasi di Indonesia masih rendah. Di Indonesia pasar Modal merupakan bisnis yang cukup baru. Peraturan pasar modal masih tergolong simpel tapi kesimpelan tersebut tidak sepenuhnya ditegakan.
Ketidakadilan di pasar modal juga sering terjadi seperti adanya transaksi dimana pelakunya menghadapi benturan kepentingan tertentu, seperti adanya akuisisi diantara perusahaan-perusahaan dalam satu grup yang sama. Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan tersebut, akan tetapi pengaturan tersebut dimaksudkan agar ketidakadilan dapat diredam. Program privatisasi BUMN harus dapat meminimalkan efek negatif dari permasalahan benturan kepentingan ini.

Kritik dari Definisi Ekonomi

Definisi yang diberikan oleh Adam Smith dan ekonom klasik lainnya sangat dikritik oleh reformis sosial dan orang surat waktu itu Ruskin dan Carlyle. Mereka dijuluki ekonomi sebagai 'ilmu suram' dan 'ilmu menjadi kaya'. Kritik utama pada definisi ini adalah sebagai di bawah:
(I) Terlalu banyak pentingnya untuk kekayaan: Defenisi ekonomi memberikan kepentingan utama untuk kekayaan dan kepentingan sekunder bagi manusia.Faktanya adalah bahwa studi manusia adalah lebih penting daripada studi tentang kekayaan.
(Ii) Persempit makna kekayaan: kekayaan 'Kata' di klasik ekonom definisi dari ekonomi berarti hanya barang-barang material seperti kursi,, pena buku, dll tidak termasuk jasa dokter, perawat, dll prajurit Dalam ilmu ekonomi modern , kekayaan 'kata' termasuk bahan serta barang-barang non-materi.
(Iii) Konsep manusia ekonomi: Menurut definisi kekayaan, manusia bekerja hanya untuk-Nya kepentingan sendiri kepentingan sosial diabaikan. Dr Marshall dan para pengikutnya dari pandangan bahwa ilmu ekonomi tidak belajar pria egois tetapi orang biasa.
(Iv) Tidak ada disebut-sebut's kesejahteraan manusia: 'Kekayaan' definisi mengabaikan pentingnya's kesejahteraan manusia. Kekayaan tidak semua dan mengakhiri semua dari semua kegiatan manusia.
(V) Tidak Studi berarti: Defenisi ekonomi memberikan tekanan pada pendapatan kekayaan sebagai tujuan itu sendiri. Mereka mengabaikan berarti yang menakut-nakuti untuk mendapatkan kekayaan.
(Vi) Cacat logika: Ekonomi definisi yang diberikan oleh para ekonom klasik terlalu dikritik oleh para penulis melek waktu itu. Faktanya adalah bahwa apa yang Adam Smith menulis dalam bukunya 'Wealth of Nations' (1776) masih berlaku dengan baik.Argumen sentral buku ekonomi pasar yang memungkinkan setiap individu untuk memberikan kontribusi maksimal kepada produksi kekayaan bangsa masih tidak hanya berlaku baik, tetapi juga sedang dipraktekkan dan menganjurkan seluruh dunia kapitalistik. Karena kekayaan 'kata' tidak memiliki arti jelas, sehingga definisiekonomi menjadi kontroversial. Hal itu dianggap tidak ilmiah dan sempit. Pada akhir abad ke-19, Dr Alfred Marshall memberikan definisi sendiri ekonomi dan di dalamnya ia memberi penekanan pada manusia dan kesejahteraannya.

Hubungan Pengusaha dan Pembantunya

Hubungan Pengusaha dan Pembantunya

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata